kisahku, hijrahku
oleh : Agustha Ningrum
Allah
memang Pembuat Skenario terindah. Terlahir bukan dari keluarga pemuka agama,
bukan juga dari anak pondokan, bukan tak
mungkin aku bisa merasakan nikmatnya iman. Berbagai jalan akan mudah jika Allah
sudah berkehendak. Hidayah itu perlahan
mengetuk hati dan membawa perubahan kepada diriku dengan proses yang begitu
indah dan menantang.
Aku
menjadi ajang pembicaraan pada saat itu isitilah kerennya headline news. Baik
di kampus, sesepuh angkatan tua dan keluargaku sendiri terkejut. Bagaimana
mungkin seorang Utha dengan gaya khas kemeja, celana jeans, kerudung
terselampir ke belakang dengan sepatu ketsnya menjelma menjadi perempuan anggun
memakai rok panjang tertutup kecuali telapak tangan dan wajah.
Yaa. Mengejutkan memang, namun ya
inilah hidayah Allah datang dengan cara tak terduga, tak mengenal waktu, tak
mengenal siapapun itu sekalipun preman atau pembunuh sekaligus jika Allah sudah
berkehendak maka jadilah. Seperti halnya diriku. Aku adalah orang yang bisa di
bilang anak gaul lah dengan ciri khas kemeja, celana jeans, kerudung
terselampir ke belakang dengan andalan sepatu kets yang anti pakai rok apalagi jilbab lebar.
Beeeuuh panas, ribet.
Masih teringat jelas, ketika duduk
di bangku SMA beribu cara kakak ingin mengubahku sedikit anggun dengan memakai
rok namun aku tetap kekeh dengan pendirianku “rok itu ribet” seringkali pula
kakak membelikanku buku-buku remaja bernuansa religi seperti novel-novel
Annida, Asma Nadia atau buku-buku islami yang hanya ku biarkan begitu saja
tertata di rak buku kamar. Untuk menyenangkan hati kakak aku hanya membaca
sepintas judul-judulnya dan kata pengantar itupun hanya untuk menjawab pertanyaannya
“sudah di baca bukunya dib?” jawabku enteng tanpa dosa karena memang tidak
bohong “udah kak”. Padahal arti sudah di sini adalah sudah baca judulnya. Hehe.
Yaa inilah kelakuanku di masa lalu. Bacaanku saat itu adalah Aneka, Gadis yang
banyak memuat artis-artis dan group band favoritku seperti ColdPlay, LinkinPark,
evenged sevenfold dan masih banyak lagi.
Hingga akhirnya aku di terima di
Universitas Negeri Surabaya yang mewajibkan mahasiswa PKK perempuan setiap hari
selasa dan kamis memakai rok panjang. Waaah kakakku sangat gembira sekali
dengan adanya aturan seperti itu dan lagi..lagi aku tetap kekeh dengan
pendirianku “rok itu ribet”. kalau tidak
terpaksa aku enggan sekali memakainya.
Semua itu proses. Perlahan mata ini
sedikit terbuka ketika aku di lingkari pergaulan dengan nuansa agamis. Melihat
wanita-wanita itu nampak anggun sekali dengan rok dan jilbabnya yang sedikit di
lebarkan, tutur katanya halus, baik pula. aku kagum dengan mereka dan dari
sinilah aku baru mengerti hakikat menutup aurat dan banyak sekali ilmu agama
yang ku pelajar. Semenjak itulah keinginan taubat terus terbesit dalam
pikiranku namun godaan-godaan terus menerpa dan aku menjadi sangat labil pada
saat itu
Suatu hari, tiba-tiba hatiku
bergetar ketika mendengar dan membaca salah satu ayat yang menjelaskan tentang
Azab Allah dan hisab di akhirat, entahlah pada saat itu aku membayangkan
neraka, membayangkan siksaan-siksaan kubur dan aku takut akan hal itu,
tiba-tiba ada pikiran jika umurku terpanggil tanpa ada persiapan sedangkan
dosa-dosa tertumpuk menggunung? Aaah tidaak, aku takut sekali. Neraka itu
sangat panas, siksaan itu sangat pedih. Di tambah lagi dengan kabar
meninggalnya sahabat dekatku yang meninggal karena kecelakaan padahal sebelum
meninggal ia sempat mengirim kabarnya. Hatiku makin bergetar, air mata jera itu
mengalir dengan sendirinya.
Dari situlah yang membuatku semakin
semangat belajar agama. Satu per satu buku-buku islami itu ku baca selain itu
juga membaca artikel-artikel yang membahas tentang hijab dan baru aku tahu
hakikat menutup aurat adalah seperti makanan yang tertututp oleh tutup saji,
menutup rapat namun tidak membentuk beda halnya dengan membungkus nasi,
membungkus, memang tertutup namun membentuk.
Berusaha menghijabi hatiku, menjaga
pergaulan antar lelaki, menjaga kehormatan, bertutur kata dengan baik dan
santun namun tetap bisa bergaul, pelan..pelan, perlahan mulai sedikit
melebarkan jilbab, melonggarkan baju lalu ku hijabi kakiku dengan balutan kaos
kaki dan rok panjang. Meskipun aku tahu resiko dan tantangan yang akan ku
hadapi nantinya namun inilah sebuah pilihan, ini adalah sebuah komitmen. Walau
sebenarnya banyak orang bilang perubahanku terlalu cepat dan gegabah dalam
mengambil sebuah keputusan yang beresiko tinggi namun aku tidak ingin terlalu
lama menunggu hidayah itu datang kepadaku sebelum jam taubat telah di tutup.
Ya, rintangan itu perlahan datang
menghampiriku ketika awal masuk kuliah semester tiga. Tak sedikit teman-teman
yang memilih untuk menjauh karena takut, karena sungkan atau karena tidak
sejalan dengannya, ada juga dosen-dosen yang merendahkanku dengan mempersulit
persyaratan untuk mengikuti praktikum, oiya sebelumnya aku ingin menceritakan
bahwa untuk bisa ikut praktik di laboratorium itu tidak boleh memakai jilbab
dan harus memakai celana, sedangkan aku tidak mungkin melepaskan jilbabku,
meskipun banyak di antara teman-temanku yang rela melepas jilbabnya demi bisa
mengikuti praktik dan mendapatkan nilai lebih..sempat putus asa, sempat ingin
kembali seperti dulu menjadi Utha yang dulu yang biasa saja dengan gayanya
memakai celana jeans namun kehadirannya tak terasingkan, mudah diterima bahkan
banyak teman, disenangi dosen-dosen tetapi rasa takutku pada Allah yang
membuatku tetap bertahan, rasa maluku akan komitmen yang membuatku pantang
menyerah untuk menghadapi tantangan ini.
Kemudian aku teringat ayat Allah
yang artinya “barang siapa yang menolong agama Allah niscaya Allah akan
memberikan pertolongan dan meneguhkan kedudukanmu “ janji allah itu pasti dan
memang benar. Alhamdulilah perlahan
dengan penuh pengorbanan dan perjuangan dosen-dosen itu pun luluh kepadaku. Mereka
mengijinkanku praktik memasak dengan rok panjang dan jilbab yang ku kenakan
bahkan nilaiku semakin membaik daripada semester lalu hingga akhirnya dosen
banyak mengenalku. perlahan dengan sendiriny teman-temanku yang menjauh pun
menjadi mendekat, seringkali aku menjadi ajang tempat curhatan mereka.walau
begitu aku sangat senang. Sungguh janji allah itu pasti, janji allah tak pernah
ingkar.
Banyak orang menunda-nunda taubat
hanya karena alasan belum mendapat hidayah atau sedang menunggu hidayah itu
datang. Sungguh, hidayah itu bukan untuk
di tunggu melainkan di cari karena dari proses mencari itu perlahan allah
membuka mata kita, kemudian membuka hati kita. Percuma saja jika kita menunggu
hidayah itu datang sedangkan mata dan hati kita tetap tertutup atau tanpa
disadari telah menutup diri.