Senin, 03 Desember 2012

TABARRUJ DAN JILBAB


Tabarruj dan Jilbab
Allah Ta’ala berfirman,
 http://rumaysho.com    Muhammad Abduh Tuasikal

 ٌَاَكَو ٍَِيَرِؤُي اَهَف ٍَْفَشِعُي ٌَْأ ًََِدَأ َكِنَر ٍَِهِثيِتاَهَج ٍِِي ٍَِهِيَهَع َنَِِذُي َنُِِيِؤًُْنا ِءاَسََِو َكِذاََُتَو َكِجاَوِصَأِن ْمُق ُيِثَُنا اَهُيَأ اَي
اًّيِحَس اّسىُفَغ ُهَّهنا
“Hai  Nabi,  katakanlah  kepada  isteri-isterimu,  anak-anak  perempuanmu  dan  isteri-isteri  orang  mu'min:
"Hendaklah  mereka  mendekatkan  jilbabnya    ke  seluruh  tubuh  mereka".  Yang  demikian  itu  supaya  mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59).
Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai
oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
اَهُِِي َشَهَظ اَي اَّنِإ ٍَُهَرَُيِص ٍَيِذِثُي اَنَو ٍَُهَجوُشُف ٍَْظَفِحَيَو ٍَِهِساَصِتَأ ٍِِي ٍَِضُضِغَي ِخاَُِيِؤًُْهِن ْمُقَو
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan  janganlah  mereka  menampakkan  perhiasannya,  kecuali  yang  (biasa)  nampak  dari  padanya.” (QS. An
Nuur  [24]  :  31).

Syarat Pakaian Wanita yang Harus Diperhatikan

Pakaian wanita  yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi
belum tentu setiap pakaian yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat
kita  sebut  sebagai  pakaian  yang  syar’i.  Semua  pakaian  tadi  harus  kita  kembalikan  pada  syarat-syarat
pakaian muslimah.
Para  ulama  telah  menyebutkan  syarat-syarat  ini  dan  ini  semua  tidak  menunjukkan  bahwa  pakaian  yang
memenuhi  syarat  seperti  ini  adalah  pakaian  golongan  atau  aliran  tertentu.  Tidak  sama  sekali.  Semua
syarat  pakaian  wanita  ini  adalah  syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadits yang shohih, bukan
pemahaman golongan atau aliran tertentu. Kami mohon jangan disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani  rahimahullah  –ulama  pakar  hadits  abad  ini-.  Lalu  ada  ulama  yang  melengkapi  syarat  yang  beliau
sampaikan yaitu Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para ulama
sebutkan  bukan  mereka  karang-karang  sendiri.  Namun  semua  yang  mereka  sampaikan  berdasarkan  Al
Qur’an dan hadits yang shohih.
Syarat  pertama:  pakaian wanita  harus  menutupi  seluruh  tubuh  kecuali wajah  dan  telapak  tangan.  Ingat,
selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki.


Syarat  kedua:  bukan  pakaian  untuk  berhias  seperti  yang  banyak  dihiasi  dengan  gambar  bunga  apalagi
yang  warna-warni,  atau  disertai  gambar  makhluk  bernyawa,  apalagi  gambarnya  lambang  partai  politik!
Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,  
ًَنوُأْنا ِحَيِهِهاَجْنا َجُشَثَذ ٍَِجَشَثَذ اَنَو ٍَُكِذىُيُت يِف ٌَِشَقَو
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah
pertama.” (QS.  Al  Ahzab  :  33).  Tabarruj  adalah  perilaku  wanita  yang  menampakkan  perhiasan  dan
kecantikannya  serta  segala  sesuatu  yang  mestinya  ditutup  karena  hal  itu  dapat  menggoda  kaum
lelaki.
Ingatlah,  bahwa  maksud  perintah  untuk  mengenakan  jilbab  adalah  perintah  untuk  menutupi  perhiasan
wanita.  Dengan  demikian,  tidak  masuk  akal  bila  jilbab  yang  berfungsi  untuk  menutup  perhiasan  wanita
malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.  
Syarat  ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang  yang dapat  menampakkan bentuk
lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk
lekuk tubuh.
Dalam  sebuah  hadits  shohih,  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,  “Dua  golongan  dari
penduduk  neraka  yang  belum  pernah  aku  lihat,  yaitu  :  Suatu  kaum  yang  memiliki  cambuk,  seperti  ekor
sapi  untuk memukul  manusia  dan  para  wanita  berpakaian  tapi  telanjang,  berlenggak-lenggok,  kepala
mereka  seperti  punuk  unta  yang  miring,  wanita  seperti  itu  tidak  akan  masuk  surga  dan  tidak  akan
mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun  adalah  para  wanita  yang
memakai  pakaian  yang  tipis  sehingga  dapat  menggambarkan  bentuk  tubuhnya,  pakaian  tersebut
belum  menutupi  (anggota  tubuh  yang  wajib  ditutupi  dengan  sempurna).  Mereka  memang
berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul  yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para
mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.
Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum.
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  
 ٌحَيَِاَص َيِهَف اَهِيحِس ٍِِي اوُذِجَيِن ٍوِىَق ًَهَع ِخَشًََف ِخَشَطِعَرِسا ٍجَأَشِيا اًَُيَأ
“Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum  pria agar mereka mendapatkan
baunya,  maka  ia  adalah  wanita  pezina.” (HR.  An  Nasa’i,  Abu  Daud,  Tirmidzi  dan  Ahmad.  Syaikh  Al
Albani dalam Shohihul Jami’  no.  323  mengatakan  bahwa  hadits  ini  shohih).  Lihatlah  ancaman  yang
keras ini!

Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,  
 ًُِثَُنا ٍََعَن - ىهسو هيهع ها ًهص -ِءاَسُِّنا ٍَِي ِخَاِّجَشَرًُْناَو ، ِلاَجِّشنا ٍَِي َنِثََُخًُْنا
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum
pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh  meremukkan  hati  kita,  bagaimana  kaum  wanita  masa  kini  berbondong-bondong  merampas
sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas -bebas
saja  memakainya,  sehingga  terkadang  seseorang  tak  mampu  membedakan  lagi,  mana  yang  pria  dan
wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  
ِىُهُِِي َىُهَف ٍوِىَقِت َهَثَشَذ ٍَِي
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR.  Ahmad  dan
Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana
barat  baik  melalui  majalah,  televisi,  dan  foto-foto  tata  rias  para  artis  dan  bintang  film.  Laa  haula  walaa
quwwata illa billah.
Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh).
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  
اّساََ ِهيِف َةَهْنَأ َىُث ِحَياَيِقْنا َوِىَي ٍحَّنَزَي َبِىَث ُهَّهنا ُهَسَثْنَأ اَيَُِذنا ًِف ٍجَشِهُش َبِىَث َسِثَن ٍَِي
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia,  niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan
padanya  pada  hari  kiamat,  kemudian  membakarnya  dengan  api  neraka.”  (HR.  Abu  Daud  dan  Ibnu
Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah  pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling  kere
atau  kumuh  sehingga  terlihat  sebagai  orang  yang  zuhud.  Kadang  pula  maksud  pakaian  syuhroh  adalah
pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman
itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.  
Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib.
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,

 َلىُسَس ٌَِّئَف ِهيِحَشْطا ِهيِحَشْطا َنُِِيِؤًُْنا ُوُأ ِدَناَقَف ْةيِهِصَذ ِهيِف ًادِشُت ٍجَأَشِيا ًَهَع ِخَأَشَف َنُِِيِؤًُْنا ِّوُأ َعَي ِدِيَثْناِت ُفىُطََ اَُُك
 ِهَّهنا-ىهسو هيهع ها ًهص -ُهَثَضَق اَزَه َىِحََ يَأَس اَرِإ ٌَاَك
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah  bersama  Ummul  Mukminin  (Aisyah),  lalu  beliau  melihat  wanita
yang  mengenakan  burdah  yang  terdapat  salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah  salib
tersebut.  Lepaskanlah  salib  tersebut.  Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa  sallam  ketika  melihat
semacam  itu,  beliau  menghilangkannya.”  (HR.  Ahmad.  Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Ibnu Muflih dalam  Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang
terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”
Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan).
Gambar  makhluk  juga  termasuk  perhiasan.  Jadi,  hal  ini  sudah  termasuk  dalam  larangan  bertabaruj
sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.  
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu
di  sana  ada  kain  yang  tertutup  gambar  (makhluk  bernyawa  yang  memiliki  ruh,  pen).  Tatkala  Nabi
shallallahu ‘alaihi  wa  sallam  melihatnya,  beliau  langsung  merubah  warnanya  dan  menyobeknya.  Setelah
itu beliau bersabda,
ِها ِقْهَبخِ ٌَِىُهِّثَشُي ٍَِيِّزنا ِحَياَيِقنا َوِىَي اّتاَزَع ِساَُنا َذَشَأ ٌَِّإ
”Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan  ciptaan
Allah.”  (Diriwayatkan  oleh  Ibnu  Abi  Syaibah  dan  ini  adalah  lafazhnya.  Hadits  ini  juga  diriwayatkan  oleh
Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)
Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.
Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.
Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .
Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai
pakaian  hitam  ketika  mendapat  musibah sebagaimana  yang dilakukan oleh  Syi’ah Rofidhoh pada wanita
mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti
ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Inilah  penjelasan  ringkas  mengenai  syarat-syarat  jilbab.  Jika  pembaca  ingin  melihat  penjelasan
selengkapnya,  silakan  lihat  kitab  Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah  yang  ditulis  oleh  Syaikh  Muhammad
Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul ‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa
dilengkapi  lagi  dengan  kitab  Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah  yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im
yang melengkapi pembahasan Syaikh Al Albani.

Jika  Allah  memberikan  waktu  longgar,  kami  akan  melengkapi  pembahasan  syarat-syarat  pakaian  wanita
pada posting tersendiri. Semoga Allah memudahkan urusan ini.
Terakhir,  kami  nasehatkan  kepada  kaum  pria  untuk  memperingatkan  istri,  anggota  keluarga  atau
saudaranya  mengeanai  masalah  pakaian  ini.  Sungguh  kita  selaku  kaum  pria  sering  lalai  dari  hal  ini.
Semoga ayat ini dapat menjadi nasehatkan bagi kita semua.
 اَي َهَّهنا ٌَىُصِعَي اَن ْداَذِش ٌظاَهِغ ٌحَكِئاَهَي اَهِيَهَع ُجَساَجِحْناَو ُساَُنا اَهُدىُقَو اّساََ ِىُكيِهِهَأَو ِىُكَسُفََِأ اىُق اىَُُيَآ ٍَيِزَّنا اَهُيَأ اَي
ٌَوُشَيِؤُي اَي ٌَىُهَعْفَيَو ِىُهَشَيَأ
“Hai  orang-orang  yang  beriman,  peliharalah  dirimu  dan  keluargamu  dari  api  neraka  yang  bahan  bakarnya
adalah  manusia  dan  batu;  penjaganya  malaikat-malaikat  yang  kasar,  keras,  dan  tidak  mendurhakai  Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.
At Tahrim: 6)
Semoga  Allah  memberi  taufik  kepada  kita  semua  dalam  mematuhi  setiap  perintah-Nya  dan  menjauhi
setiap larangan-Nya.  
Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.
Rujukan:
1.  Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah
2.  Jilbab Al Mar’ah Al  Muslimah,  Syaikh  Muhammad  Nashiruddin  Al  Albani,  Maktabah  Al  Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3.  Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah Al Iman
4.  Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
5.  Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar